Mengenal Lahan Rawa
Lahan rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau
terus menerus secara alami dalam waktu lama karena drainase yang
terhambat. Meskipun dalam keadaan
tergenang, lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan. Lahan ini dapat dibedakan dari danau, karena
danau tergenang sepanjang tahun, genangannya
lebih dalam, dan tidak ditumbuhi oleh tanaman
kecuali tumbuhan air.
Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasangnya air laut,
genangan air hujan, atau luapan air sungai.
Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu
rawa pasang surut, rawa lebak peralihan dan rawa lebak.
Gambar 1. Pembagian zona lahan rawa
Zona I - Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi
oleh pasang surutnya air laut. Tingginya
air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil. Pasang
kecil, terjadi secara harian (1-2 kali sehari).
Berdasarkan pola genangannya (jangkauan air pasangnya), lahan
pasang surut dibagi menjadi empat tipe:
1. Tipe
A, tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil;
2. Tipe
B, tergenang hanya pada pasang besar;
3. Tipe
C, tidak tergenang tetapi kedalaman air
tanah pada waktu pasang kurang dari 50
cm;
4. Tipe D,
tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm tetapi pasang surutnya air masih terasa atau tampak pada
saluran tersier.
Zona II - Rawa lebak peralihan
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di
saluran primer atau di sungai disebut rawa lebak peralihan. Pada lahan seperti ini, endapan laut yang
dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 - 120
cm di bawah permukaan tanah.
Zona III - Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan
air sungai dan atau air hujan di daerah cekungan di pedalaman. Oleh sebab itu, genangan umumnya terjadi pada
musim hujan dan menyusut atau hilang di musim kemarau. Rawa
lebak dibagi menjadi tiga:
1. Lebak
dangkal atau lebak pematang, yaitu rawa lebak dengan genangan air kurang
dari 50 cm. Lahan ini biasanya terletak
di sepanjang tanggul sungai dengan lama genangan kurang dari 3 bulan.
2. Lebak
tengahan, yaitu lebak dengan kedalaman genangan 50-100 cm. Genangan
biasanya terjadi selama 3-6 bulan.
3. Lebak dalam, yaitu lebak dengan genagan air lebih dari
100 cm. Lahan ini biasanya terletak di sebelah dalam menjauhi
sungai dengan lama genangan lebih dari 6 bulan.
Pengertian Tanah
Gambut
Tanah di lahan rawa dapat berupa aluvial atau gambut. Tanah aluvial merupakan endapan yang
terbentuk dari campuran bahan-bahan seperti lumpur, humus, dan pasir dengan kadar yang berbeda- beda.
Gambar I1. Fisiografi
lahan gambut
Gambut merupakan hasil pelapukan bahan organik seperti dedaunan, ranting kayu,dan semak dalam keadaan jenuh air dan dalam jangka waktu yang
sangat lama (ribuan tahun). Di alam,
gambut sering bercampur dengan tanah liat.
Tanah disebut sebagai tanah
gambut apabila memenuhi salah satu persyaratan berikut (Soil Survey Staff, 1996):
1. Apabila dalam keadaan jenuh air mempunyai kandungan C-organik
paling sedikit 18% jika kandungan liatnya >60% ATAU
mempunyai kandungan C-organik 12% jika tidak mempunyai liat (0%) ATAU
mempunyai kandungan C-organik lebih dari 12% + % liat x 0,1 jika
kandungan liatnya antara 0 - 60%;
2. Apabila tidak jenuh air mempunyai kandungan C-organik
minimal 20%.
Lahan Gambut dan Bergambut
Tanah gambut secara alami terdapat pada lapisan
paling atas. Di bawahnya terdapat
lapisan tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi. Lahan dengan ketebalan tanah gambut kurang
dari 50 cm disebut
sebagai lahan atau tanah bergambut.
Disebut sebagai lahan gambut
apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengan demikian, lahan
gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm.
Perdasarkan kedalamnya, lahan gambut dibagi menjadi empat tipe,
yaitu:
1. Lahan gambut dangkal, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 50-100
cm;
2. Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100-200
cm;
3. Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 200-300
cm;
4. Lahan gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut
lebih dari 300 cm.
Lahan Rawa Potensial dan Sulfat Masam
Lahan rawa yang tidak memiliki lapisan tanah
gambut dan tidak memiliki lapisan pirit (kadarnya <0,75%), atau memiliki lapisan pirit pada kedalaman lebih dari 50 cm disebut sebagai lahan
rawa potensial. Lahan ini merupakan
rawa paling subur dan potensial untuk pertanian.
Tanah yang mendominasi lahan rawa tersebut adalah
tanah aluvial hasil pengendapan yang dibawa oleh air hujan, air sungai, atau air
laut.
Lahan rawa yang tidak memiliki tanah gambut dan kedalaman lapisan
piritnya kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan aluvial bersulfida dangkal atau
sering disebut lahan sulfat masam
potensial.
Pirit (FeS2) merupakan senyawa yang terbentuk dalam suasana payau. Lapisan tanah yang mengandung
pirit lebih dari 0,75% disebut
sebagai lapisan pirit.
Menurut
Wijaya Adhi (2000), adanya lapisan pirit pada lahan dapat diketahui dari
tanda-tanda sebagai berikut:
- Lahan dipenuhi oleh tumbuhan purun tikus
- Di tanggul saluran terdapat bongkah-bongkah tanah berwarna kuning jerami (jarosit)
- Di saluran drainase, terdapat air yang mengandung karat besi berwarna kuning kemerahan
- Apabila lapisan pirit dikeringkan,akan berubah warna menjadi kuning karat seperti jerami.
- Apabila pirit disiram dengan larutan hydrogen peroksida (H2O2) 30%, akan berbuih.
Sebagian
lahan pasang surut sering mendapat pengaruh salinitas air laut terutama pada
musim kemarau. Pengaruh salinitas ini bisa terjadi secara langsung karena air
laut mengalir ke daratan, masuk
melalui sungai pada waktu pasang, atau berlangsung karena adanya intrusi
(perembesan).
Lahan
pasang surut yang salinitas air (kadar garamnya) lebih dari 0,8%
disebut sebagai lahan salin atau pasang
surut air asin. Lahan seperti itu, biasanya didominasi oleh tumbuhan bakau.
Apabila kadar garamnya hanya tinggi pada
musim kemarau selama kurang dari 2 bulan, disebut sebagai lahan salin
peralihan. Lahan salin peralihan
ditandai oleh banyaknya tumbuhan
nipah.
Tidak
banyak jenis tanaman yang dapat hidup di lahan salin. Lahan seperti ini direkomendasikan untuk
hutan bakau/mangrove, budidaya tanaman kelapa, dan tambak. Khusus untuk tambak, harus memenuhi
persyaratan adanya pasokan air tawar dalam jumlah yang memadai sebagai pengencer
air asin.
Tabel 1. Gejala keracunan tanaman pertanian yang umum
terjadi di lahan rawa salin
Jenis Keracunan
|
Gejala serangan
|
Cara penanggulangan
|
Alumunium
|
! Sistem perakaran menebal dan tidak
berkembang
! Warna hijau tulang daun
berubah menjadi oranye diikuti dengan bercak coklat
|
Meningkatkan
pH tanah melalui pengapuran dan penggenangan
|
Besi
|
! Warna daun
bercak coklat (berkarat)
! Perakaran
kasar
! Pertumbuhan dan pembentukan anakan tertekan
|
Meningkatkan
pH tanah melalui pengapuran dan pengaturan drainase
|
Sulfida
|
! Tanaman mudah
tekena penyakit
! Sistem perakaran kurang berkembang dan berwarna hitam
! Tanaman kerdil dan anakan sedikit
|
Meningkatkan
pH tanah melalui pengapuran dan penggenangan serta penambahan unsur mikro dan
mineral (terusi, abu).
|
Garam-garam (salin)
|
! Tanaman
menjadi kering
! Anakan berkurang
! Ujung daun menjadi putih
|
Pencucian garam melalui
pengaturan air satu arah, menanam padi varietas tahan salin
|
Faktor-faktor Pembatas
Faktor
pembatas atau penghambat utama pengelolaan pertanian di lahan rawa gambut
meliputi genangan air, tingginya
kemasaman tanah (pH tanah rendah), adanya zat beracun, rendahnya kesuburan
tanah; kondisi fisik lahan seperti bobot isi tanah yang ringan, tingkat
kematangan dan ketebalan gambut. Kendala yang sering dijumpai pada lahan
lebak terutama adalah datangnya genangan air banjir yang tidak menentu dan
mendadak. Pada lahan salin faktor penghambatnya berupa zat beracun seperti
alumunium, besi, pirit (FeS2) dan garam-garam.
Kendala biologis yang umum ditemukan di
lahan rawa gambutadalah
serangan hama tanaman terutama tikus babi hutan dan burung, sedangkan penyakit
yang sering menyerang adalah blas dan busuk pelepah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar