Senin, 21 Januari 2013

MENGENAL TIPE LAHAN RAWA DAN GAMBUT

Lahan rawa gambut merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai potensi cukup baik untuk pengembangan budidaya pertanian.  Namun pengelolaannya harus dilakukan secara bijak agar kelestarian sumber daya alam ini dapat dipertahankan.  Dengan mengenal tipe lahan rawa gambut maka akan dapat dibuat perencanaan  yang lebih baik dalam mengelola lahan secara bijaksana.

Mengenal Lahan Rawa

Lahan rawa adalah lahan darat yang tergenang secara periodik atau terus menerus secara alami dalam waktu lama karena drainase yang terhambat.  Meskipun dalam keadaan tergenang, lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan.  Lahan ini dapat dibedakan dari danau, karena danau tergenang sepanjang tahun, genangannya
lebih dalam, dan tidak ditumbuhi oleh tanaman kecuali tumbuhan air.

Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh pasangnya air laut, genangan air hujan, atau luapan air sungai.  Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak peralihan dan rawa lebak.
 Gambar 1. Pembagian zona lahan rawa
Zona I - Rawa pasang surut
Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.  Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang besar dan pasang kecil.  Pasang kecil, terjadi secara harian (1-2 kali sehari).
Berdasarkan pola genangannya (jangkauan air pasangnya), lahan pasang surut dibagi menjadi empat tipe:
1. Tipe A, tergenang pada waktu pasang besar dan pasang kecil;
2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar;
3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman  air tanah  pada waktu pasang kurang dari 50 cm;
4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang air tanah lebih dari 50 cm tetapi pasang surutnya air masih terasa atau tampak pada saluran tersier.

Zona II - Rawa lebak peralihan 
Lahan rawa lebak yang pasang surutnya air laut masih terasa di saluran primer atau di sungai disebut rawa lebak peralihan. Pada lahan seperti ini, endapan laut yang dicirikan oleh adanya lapisan pirit, biasanya terdapat pada kedalaman 80 - 120 cm di bawah permukaan tanah.
 
Zona III - Rawa lebak
Rawa lebak adalah lahan rawa yang genangannya terjadi karena luapan air sungai dan atau air hujan di daerah cekungan di pedalaman.  Oleh sebab itu, genangan umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut atau hilang di musim kemarau.  Rawa lebak dibagi menjadi tiga:
1. Lebak dangkal atau lebak pematang, yaitu rawa lebak dengan genangan air kurang dari 50 cm.  Lahan ini biasanya terletak di sepanjang tanggul sungai dengan lama genangan kurang dari 3 bulan.
2. Lebak tengahan, yaitu lebak dengan kedalaman genangan 50-100 cm.  Genangan biasanya terjadi selama 3-6 bulan.
3. Lebak dalam, yaitu lebak dengan genagan air lebih dari 100 cm.  Lahan ini biasanya terletak di sebelah dalam menjauhi sungai dengan lama genangan lebih dari 6 bulan.
  
Pengertian Tanah Gambut
Tanah di lahan rawa dapat berupa aluvial atau gambut. Tanah aluvial merupakan endapan yang terbentuk dari campuran bahan-bahan seperti lumpur, humus, dan pasir dengan kadar yang berbeda- beda.
 Gambar I1. Fisiografi lahan gambut
Gambut merupakan hasil pelapukan bahan organik seperti dedaunan, ranting kayu,dan semak dalam keadaan jenuh air dan dalam jangka waktu yang sangat lama (ribuan tahun).  Di alam, gambut sering bercampur dengan tanah liat.  Tanah disebut sebagai tanah gambut apabila memenuhi salah satu persyaratan berikut (Soil Survey Staff, 1996): 
1.   Apabila dalam keadaan jenuh air mempunyai kandungan C-organik paling sedikit 18% jika kandungan liatnya >60% ATAU mempunyai kandungan C-organik 12% jika tidak mempunyai liat (0%) ATAU mempunyai kandungan C-organik lebih dari 12% + % liat x 0,1 jika kandungan liatnya antara 0 - 60%;
2.   Apabila tidak jenuh air mempunyai kandungan C-organik minimal 20%.

Lahan Gambut dan Bergambut

Tanah gambut secara alami terdapat pada lapisan paling atas.  Di bawahnya terdapat lapisan tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi.  Lahan dengan ketebalan tanah gambut kurang dari 50 cm disebut
sebagai lahan atau tanah bergambut.

Disebut sebagai lahan gambut apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengan demikian, lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm.
Perdasarkan kedalamnya, lahan gambut dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
1.   Lahan gambut dangkal, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 50-100 cm;
2.   Lahan gambut sedang, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 100-200 cm;
3.   Lahan gambut dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut 200-300 cm;
4.   Lahan gambut sangat dalam, yaitu lahan dengan ketebalan gambut lebih dari 300 cm. 
 
Lahan Rawa Potensial dan Sulfat Masam

Lahan rawa yang tidak memiliki lapisan tanah gambut dan tidak memiliki lapisan pirit (kadarnya <0,75%), atau memiliki lapisan pirit  pada kedalaman lebih dari 50 cm disebut sebagai lahan rawa potensial.  Lahan ini merupakan rawa paling subur dan potensial untuk pertanian.

Tanah yang mendominasi lahan rawa tersebut adalah tanah aluvial hasil pengendapan yang dibawa oleh air hujan, air sungai, atau air laut.

Lahan rawa yang tidak memiliki tanah gambut dan kedalaman lapisan piritnya kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan aluvial bersulfida dangkal atau sering disebut lahan sulfat masam potensial.
 
Pirit (FeS2) merupakan senyawa yang terbentuk dalam suasana payau.  Lapisan tanah yang mengandung pirit lebih dari 0,75% disebut sebagai lapisan pirit. 
Menurut Wijaya Adhi (2000), adanya lapisan pirit pada lahan dapat diketahui dari tanda-tanda sebagai berikut:
  • Lahan dipenuhi oleh tumbuhan purun tikus  
  • Di tanggul saluran terdapat bongkah-bongkah tanah berwarna kuning jerami (jarosit)
  • Di saluran drainase, terdapat air yang mengandung karat besi berwarna kuning kemerahan
  • Apabila lapisan pirit dikeringkan,akan berubah warna menjadi kuning karat seperti jerami.
  • Apabila pirit disiram dengan larutan hydrogen peroksida (H2O2) 30%, akan berbuih.   
 Dalam keadaan tergenang, senyawa pirit  tidak berbahaya.  Tetapi dalam keadaan kering, senyawa pirit akan teroksidasi.  Bila terkena air, pirit yang teroksidasi akan menjadi asam sulfat atau sering disebut air aki/air keras yang sangat asam.  Akibatnya, akar tanaman akan terganggu, unsur hara sulit diserap oleh tanaman, serta unsur besi dan aluminium akan larut hingga meracuni tanaman. Lahan yang lapisan piritnya sudah teroksidasi sering disebut sebagai lahan bersulfat atau lahan sulfat masam aktual.  Lahan seperti ini tidak direkomendasikan untuk budidaya pertanian.

Lahan Salin

Sebagian lahan pasang surut sering mendapat pengaruh salinitas air laut terutama pada musim kemarau.  Pengaruh salinitas ini bisa terjadi secara langsung karena air laut mengalir ke daratan, masuk melalui sungai pada waktu pasang, atau berlangsung karena adanya intrusi (perembesan).
Lahan pasang surut yang salinitas air (kadar garamnya) lebih dari 0,8% disebut sebagai lahan salin atau pasang surut air asin. Lahan seperti itu, biasanya didominasi oleh tumbuhan bakau. Apabila  kadar garamnya hanya tinggi pada musim kemarau selama kurang dari 2 bulan, disebut sebagai lahan salin peralihan.  Lahan salin peralihan ditandai oleh banyaknya tumbuhan nipah.
Tidak banyak jenis tanaman yang dapat hidup di lahan salin.  Lahan seperti ini direkomendasikan untuk hutan bakau/mangrove, budidaya tanaman kelapa, dan tambak.  Khusus untuk tambak, harus memenuhi persyaratan adanya pasokan air tawar dalam jumlah yang memadai sebagai pengencer air asin.
Tabel 1.  Gejala keracunan tanaman pertanian yang umum terjadi di lahan rawa salin

Jenis Keracunan
Gejala serangan
Cara penanggulangan
Alumunium
!   Sistem perakaran menebal dan tidak berkembang
!   Warna hijau tulang daun berubah menjadi oranye diikuti dengan bercak coklat
Meningkatkan pH tanah melalui pengapuran dan penggenangan
Besi
!   Warna daun bercak coklat (berkarat)
!   Perakaran kasar
!   Pertumbuhan dan pembentukan anakan tertekan

Meningkatkan pH tanah melalui pengapuran dan pengaturan drainase
Sulfida
!   Tanaman mudah tekena penyakit
!   Sistem perakaran kurang berkembang dan berwarna hitam
!   Tanaman kerdil dan anakan sedikit
Meningkatkan pH tanah melalui pengapuran dan penggenangan serta penambahan unsur mikro dan mineral (terusi, abu).
Garam-garam (salin)
!   Tanaman menjadi kering
!   Anakan berkurang
!   Ujung daun menjadi putih
Pencucian garam melalui pengaturan air satu arah, menanam padi varietas tahan salin

Faktor-faktor Pembatas

Faktor pembatas atau penghambat utama pengelolaan pertanian di lahan rawa gambut meliputi genangan air, tingginya kemasaman tanah (pH tanah rendah), adanya zat beracun, rendahnya kesuburan tanah; kondisi fisik lahan seperti bobot isi tanah yang ringan, tingkat kematangan dan ketebalan gambut.  Kendala yang sering dijumpai pada lahan lebak terutama adalah datangnya genangan air banjir yang tidak menentu dan mendadak.  Pada lahan salin faktor penghambatnya berupa zat beracun seperti alumunium, besi, pirit (FeS2) dan garam-garam.

Kendala biologis yang umum ditemukan di lahan rawa gambutadalah serangan hama tanaman terutama tikus babi hutan dan burung, sedangkan penyakit yang sering menyerang adalah blas dan busuk pelepah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JENIS DAN TYPE PINTU KLEP FIBER RESIN