Minggu, 09 Juni 2013

PEDOMAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT

Peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan/atau perluasan lahan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan pertanian. Dalam peningkatan produktivitas dan/atau perluasan lahan masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain konversi, degradasi, ketersediaan sumber daya lahan, ancaman variabilitas, dan/atau perubahan iklim. Salah satu upaya dalam peningkatan produktivitas dan/atau perluasan pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan gambut.

Gambut  merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih dari 65% (enam puluh lima prosen) yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang terhambat proses dekomposisinya karena suasana anaerob dan basah. Setiap lahan
gambut mempunyai karakteristik yang berbeda tergantung dari sifatsifat dari badan alami yang terdiri dari atas sifat fisika, kimia, dan biologi serta macam sedimen di bawahnya, yang akan menentukan daya dukung wilayah gambut, menyangkut kapasitasnya sebagai media tumbuh, habitat biota, keanekaragaman hayati, dan hidrotopografi.

Pengusahaan budidaya kelapa sawit pada dasarnya dilakukan di lahan mineral. Oleh karena keterbatasan ketersediaan lahan, pengusahaan budidaya kelapa sawit dapat dilakukan di lahan gambut dengan memenuhi kriteria yang dapat menjamin kelestarian fungsi lahan gambut, yaitu:
(a) diusahakan hanya pada lahan masyarakat dan kawasan budidaya,
(b) ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter,
(c) substratum tanah mineral di bawah gambut bukan pasir kuarsa dan bukan tanah sulfat masam;
(d) tingkat kematangan gambut saprik (matang) atau hemik (setengah matang); dan
(e) tingkat kesuburan tanah gambut eutropik.

Lokasi lahan gambut tersebar hampir di seluruh wilayah di Indonesia, terutama pada daerah-daerah pantai dan rendahan. Saat ini lahan gambut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dengan mengusahakan berbagai macam cabang usaha tani yang memang sesuai dengan karakteristik gambut, seperti tanaman nenas, kelapa,dan kelapa sawit.
Untuk memenuhi kriteria yang diperlukan dalam pengusahaan budidaya kelapa sawit di lahan gambut dengan tetap menjaga kelestarian fungsi lingkungan, diperlukan adanya pedoman pemanfaatan lahan gambut sehingga lahan gambut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Maksud pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit sebagai upaya mewujudkan pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan dengan tetap memerhatikan kelestarian fungsi lingkungan, dengan tujuan:
1. mengembangkan budidaya kelapa sawit;
2. memelihara kelestarian fungsi lahan gambut; dan
3. meningkatkan produksi dan pendapatan produsen kelapa sawit. 

Gambut adalah tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik lebih besar dari 65% (enam puluh lima prosen) secara alami dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang terhambat proses dekomposisinya karena suasana anaerob dan basah.

Lahan gambut yang dapat digunakan untuk budidaya tanaman kelapa sawit yaitu kawasan gambut yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Berada pada kawasan budidaya 
  1. Kawasan budidaya dimaksud dapat berasal dari kawasan hutan yang telah dilepas dan/atau areal penggunaan lain (APL) untuk usaha budidaya kelapa sawit. 
  2. Ketebalan lapisan gambut kurang dari 3 (tiga) meter, lahan gambut yang dapat digunakan untuk budidaya kelapa sawit, dalam bentuk hamparan yang mempunyai ketebalan gambut kurang dari 3 (tiga) meter; dan proporsi lahan dengan ketebalan gambutnya kurang dari 3 (tiga) meter minimal 70% (tujuh puluh prosen) dari luas areal yang diusahakan.
  3. Lapisan tanah mineral di bawah gambut Substratum menentukan kemampuan lahan gambut sebagai media tumbuh tanaman. Lapisan tersebut tidak boleh terdiri atas pasir kuarsa dan tanah sulfat masam.
    Lapisan pasir kuarsa di bawah gambut merupakan lapisan mineral yang tidak tercampur dengan tanah liat dan terdiri atas pasir murni sehingga tidak layak untuk usaha budidaya. Lapisan tanah sulfat masam merupakan lahan pasang surut yang tanahnya mempunyai lapisan pirit atau sulfidik berkadar lebih besar dari 2% (dua prosen) pada kedalaman kurang dari 50 (lima puluh) sentimeter di bawah permukaan tanah gambut. Pirit merupakan bahan mineral yang berasal dari endapan laut (marine) yang kaya akan besi dan sulfida dalam keadaan anaerob, dan kaya bahan organik. 
    Karakteristik tanah sulfat masam antara lain, yaitu:
  4. Tingkat kematangan gambut, Tingkat matang (saprik), setengah matang (hemik) dan mentah (fibrik). Gambut matang (saprik) yaitu gambut yang sudah melapuk lanjut, bahan asalnya tidak dikenali, berwarna coklat tua sampai hitam, dan apabila diremas kandungan seratnya kurang dari 15% (lima belas prosen). Gambut setengah matang (hemik) yaitu gambut setengah lapuk, sebagian bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan apabila diremas bahan seratnya 15% (lima belas prosen) sampai dengan 75% (tujuh puluh lima prosen). Gambut mentah (fibrik) yaitu gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna coklat, dan apabila diremas lebih dari 75% (tujuh puluh lima prosen) seratnya masih tersisa. Gambut mentah dilarang untuk pengembangan budidaya kelapa sawit.
  5. Tingkat kesuburan tanah, tingkat kesuburan tanah dalam kategori eutropik, yaitu tingkat kesuburan gambut dengan kandungan unsur hara makro dan mikro yang cukup untuk budidaya kelapa sawit sebagai pengaruh luapan air sungai dan/atau pasang surut air laut.
Pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit oleh pelaku usaha perkebunan meliputi perencanaan, pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan dan konservasi.
  •  Perencanaan, perencanaan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi dan identifikasi (pemetaan lahan), disain kebun, dan penyusunan rencana kerja tahunan. Inventarisasi dan identifikasi dilakukan oleh lembaga berkompeten melalui kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan yang mencakup pengumpulan data lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya kelapa sawit sesuai kriteria yang ditetapkan dan digambarkan dalam bentuk peta dengan skala 1:50.000 atau sekurang-kurangnya 1:100.000. Berdasarkan peta tersebut selanjutnya digambarkan disain kebun yang akan dikelola termasuk sarana pendukungnya serta rencana kerja tahunan mulai dari pembukaan lahan, penanaman pemeliharaan dan konservasi. Lembaga berkompeten yaitu lembaga yang telah mendapat akreditasi. Dalam hal lembaga berkompeten tersebut belum ada, maka akan ditunjuk lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perkebunan atas nama Menteri.
  • Pembukaan lahan, pembukaan lahan dilakukan tanpa bakar dan menerapkan kaidah tata air (hidrologi) yang baik. Pengelolaan air secara khusus bertujuan untuk menghindari kerusakan lahan. Pengeringan lahan gambut yang terlalu intensif dan cepat dapat mengakibatkan tanah gambut mengering dan mengkerut tidak balik (irreversible shrinkage). Pada keadaan tersebut tanah gambut mudah terbakar dan sulit menyerap air. Tahapan pembukaan lahan gambut dilakukan sebagai berikut:
Pembangunan Saluran Batas
a. Pembangunan saluran keliling (periphere drain) sebagai saluran batas areal; dan
b. Saluran batas berfungsi untuk mengatur permukaan air tanah dan juga merupakan saluran utama. Saluran tersebut mempunyai lebar atas + 4 (empat) meter, lebar bawah + 3 (tiga) m dengan kedalaman2 (dua) sampai dengan 3 (tiga) meter.

Pembukaan Lahan
Pembukaan lahan yang masih memiliki semak belukar dan/atau pohon
kecil kecil (under brushing) dengan diameter kurang dari 2,5 cm
dilakukan secara manual atau cara mekanis. Apabila pembukaan
dilakukan secara mekanis, pemotongan kayu dilakukan menggunakan
chainsaw, sebagai berikut:
a. arah penumbangan pohon mengikuti arah yang sudah ditentukan serta tidak melintang  sungai dan jalan;
b. tinggi tunggul pohon yang ditumbang disesuaikan dengan diameter batang sebagai berikut:
- diameter 10 (sepuluh) sentimeter sampai dengan 20 (dua puluh) sentimeter, setinggi 40 (empat puluh) sentimeter;
- diameter 21 (dua puluh satu) sentimeter sampai dengan 30 (tiga puluh) sentimeter, setinggi 60 (enam puluh) sentimeter;
- diameter 31 (tiga puluh satu) sentimeter sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) sentimeter, setinggi 100 (seratus) sentimeter; atau
- diameter lebih dari 75 (tujuh puluh lima) sentimeter, setinggi 150 (seratus lima puluh) sentimeter.
c. cabang dan ranting yang relatif kecil dipotong dan dicincang (direncek), sedangkan batang dan cabang besar dipotong dalam ukuran 2 (dua) sampai dengan 3 (tiga) meter (diperun). 
d. batang, cabang, dan ranting yang telah dipotong dikumpulkan mengikuti jalur rumpukan, yaitu pada selang 2 (dua) jalur tanam dengan arah sejajar dengan jalur tanam tersebut.

Pengaturan Drainase
Drainase terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier dengan ukuran saluran :
Saluran Primer
Kedalaman (m)
• saluran primer berfungsi mengalirkan air langsung ke daerah pembuangan akhir, antara lain, sungai dan/atau kanal; atau
• saluran primer dapat berupa sungai kecil alami yang dibersihkan atau berupa saluran baru; dan
• membangun benteng dan pintu air pada areal pasang surut.
Saluran Sekunder
a. Saluran sekunder bermuara ke saluran primer.
b. Saluran sekunder berfungsi menampung air dari saluran tersier dan juga sebagai batas blok.
c. Jarak antar saluran sekunder 400 (empat ratus) meter sampai dengan 500 (lima ratus) meter dengan panjang sesuai keadaan saluran.
Saluran Tersier
a. Saluran tersier bermuara ke saluran sekunder.
b. Saluran tersier berfungsi mengalirkan air ke seluruh sekunder dan menampung air dari areal tanaman.
c. Interval saluran tersier tergantung kondisi drainase di lapangan, maksimum satu saluran untuk dua baris tanaman.

Pembuatan saluran air dan pengelolaan tata air bertujuan untuk mengatur dan mempertahankan tinggi permukaan air tanah di areal pertanaman. Di tempat tertentu seperti pada pertemuan saluran primer dengan sungai, pertemuan saluran primer dengan sekunder perlu dibuat pintu air otomatis dan akan buka apabila permukaan air di areal pertanaman lebih tinggi, dan sebaliknya akan tutup apabila permukaan air di areal pertanaman lebih rendah. Pengaturan air pada saluran drainase disesuaikan dengan kedalaman permukaan air tanah di lapangan yang dipertahankan pada kedalaman 60 (enam puluh) sentimeter sampai dengan 80 (delapan puluh) sentimeter, untuk menjaga ketersediaan air dan menghindari lahan mudah terbakar.

Pembangunan jalan
• Pondasi jalan berasal dari tanah galian, sedangkan perataan dan pemadatan menggunakan alat berat.
• Pemadatan jalan dapat dilakukan dengan penyusunan batang kayu (gambangan) berdiameter 7 (tujuh) sentimeter sampai dengan 10(sepuluh) sentimeter.
• Gambangan ditimbun dengan tanah mineral setebal 20 (dua puluh) sentimeter sampai dengan 30 (tiga puluh) sentimeter, kemudian diratakan dan dipadatkan.
• Alternatif teknologi pembangunan jalan di lahan gambut antara lain dengan teknologi geotekstil.
• Pembuatan jalan panen sebagai sarana angkutan buah dilakukan bersama dengan pemadatan jalur tanam.
• Alternatif lain untuk pengangkutan buah dari lapangan ke pabrik dengan membangun jaringan rel kereta mini (muntik).

Pemadatan Jalur Tanaman
• Pemadatan jalur tanaman diperlukan agar akar tanaman dapat menjangkar kuat di dalam tanah, sehingga mengurangi kecenderungan tumbuh miring atau rebah.
• Setiap jalur tanam dilakukan pemadatan dengan cara mekanis.

Penanaman
Penanaman dilakukan dengan memerhatikan daya dukung dari lahan gambut. Apabila pengaturan tata air dilakukan dengan baik, kegiatan penanaman dapat mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Kerapatan pohon kelapa sawit sebanyak 143 (seratus empat puluh tiga)
pohon setiap hektar (jarak tanam 9 (sembilan) meter segitiga sama sisi)
atau pada tingkat kerapatan lain sesuai dengan karakter panjang tajuk
varietas kelapa sawit yang digunakan.
b. Jika jalur tanaman dipadatkan, kelapa sawit ditanam dengan ukuran lubang tanam 60 cm x 60 cm x 60 cm.
c. Jika jalur tidak dipadatkan, kelapa sawit ditanam dengan sistem lubang dalam lubang (hole in hole planting) dengan ukuran  lubang luar 100 cm x 100 cm x 60 cm dan lubang dalam 60 cm x 60 cm x 60 cm. Alternatif lain untuk pemadatan dapat dilakukan dengan pembuatan lubang tanam menggunakan puncher.
d. Tunggul kayu yang terletak tepat di lubang tanaman dibongkar, jika tunggul tidak dapat dibongkar, lubang tanam dapat digeser searah dengan baris tanaman.
e. Pupuk dasar yang digunakan di lubang tanaman dapat berupa  20 g CuSO, 20 g ZnSO,  20 g FeSO, 500 g RP, 250 g Kapur Pertanian (Kaptan) atau dolomit.

Pemeliharaan dan konservasi dilakukan untuk mempertahankan permukaan air tanah pada kedalaman tertentu dari permukaan tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman dan kelestarian fungsi lahan gambut. Lapisan bahan gambut harus selalu berada di bawah permukaan air karena gambut mudah mengkerut. Atas dasar hal dimaksud secara umum permukaan air tanah harus dipertahankan pada kedalaman antara 60 (enam puluh) sentimeter sampai dengan 80 (delapan puluh) sentimeter dari permukaan tanah. Pengaturan kedalaman air juga bermanfaat untuk memperlambat pelapukan gambut sehingga mengurangi laju penurunan permukaan gambut sekaligus memberi zona aerob untuk perkembangan perakaran kelapa sawit. Untuk dapat mempertahankan muka air tersebut dan menghindari tidak teroksidasinya lapisan pirit (kedalaman air tanah tidak menjangkau lapisan pirit), maka saluran drainase harus selalu dipenuhi dengan air pada kedalaman yang diinginkan dari permukaan tanah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JENIS DAN TYPE PINTU KLEP FIBER RESIN